Saturday, October 22, 2016

MURID YANG TAK DIANGGAP


Assalamu'alaikum Wr. Wb.



Setelah menamatkan Taman Kanak-kanak (TK), saya semestinya langsung masuk di Sekolah Dasar (SD). Tapi berbeda yang terjadi pada diri saya, saya tidak ingin melanjutkan ke SD. Saya yang cenderung pendiam merasa malu masuk ke SD karena dulu waktu kecil saya agak susah berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, apalagi yang baru saya kenal. Waktu disuruh oleh orang tua untuk berangkat sekolah, saya berontak, menangis tak karuan, hingga saya mengurung diri di kamar dan mengunci pintu.
Sampai pada suatu hari seorang teman yang sekaligus tetangga saya menceritakan pengalamannya di sekolah, bahwa ia diberikan tugas oleh gurunya membuat aneka kerajinan tangan. Pada waktu itu, teman saya membuat kuali kecil dari tanah liat. Saya yang pada dasarnya menyukai hal-hal yang berbau seni, akhirnya mau untuk pergi ke sekolah dengan alasan tersebut.
Besoknya saya langsung diantarkan oleh Mamak saya ke sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah saya. Dengan memakai seragam merah putih SD lengkap, saya terlihat sangat pe-de untuk masuk sekolah dan siap menerima pelajaran dari guru. Namun, saya harus pasrah pada kenyataan bahwa status saya di sekolah tersebut bukanlah sebagai murid resmi, tetapi sebagai murid tak dianggap. Bagaimana tidak, saya dimasukkan ke sekolah sudah memasuki caturwulan ke-2, akibat dari kebodohan saya. Kepala sekolah menolak untuk memasukkan nama saya ke dalam daftar nama siswa baru pada tahun ajaran tersebut. Akhirnya dengan alasan adanya pelajaran kesenian di sekolah, saya tetap pergi ke sekolah seperti murid lainnya. Ditambah lagi dukungan orang tua saya yang tidak merpersoalkan masalah tersebut, saya antusias mengikuti pelajaran yang diberikan guru. Apalagi yang diajarkan kesenian, saya sangat amat senang sekali.
Setiap ada tugas rumah, saya selalu memperlihatkan kepada orang tua saya, dan mereka selalu membantu saya mengerjakan tugas tersebut. Seperti siswa lainnya, saya juga mengumpulkan tugas dan diperiksa oleh guru. Nilai yang saya dapatkan lumayan dan senang sekali jika mendapatkan nilai yang tinggi, walaupun tidak dimasukkan ke dalam daftar nilai.
Selama 8 (delapan) bulan saya di kelas tersebut, saya sudah mengenal dan hafal semua nama-nama teman sekelas saya, apalagi yang duduk sebangku dengan saya. Sampai pada hari pembagian raport, semua siswa datang dan antusias untuk menerima laporan hasil atas apa yang mereka pelajari selama ini. Zaman dulu, mendapatkan rangking 1 sampai 3 adalah sesuatu hal yang membanggakan bagi seorang murid. Begitu juga dengan teman-teman saya yang dipanggil nama satu persatu untuk menerima raport. Ekspresinya wajahnya macam-macam, ada yang sumeringah, dapat dipastikan ia mendapat rangking yang bagus. Ada juga yang wajahnya manyun, itu artinya ia mendapatkan rangking tidak bagus atau bahkan tidak ada rangking. Setelah semua siswa dipanggil menerima raport, tiba saatnya nama saya dipanggil oleh guru wali kelas. “Iwan...!!!, kamu langsung pulang ya! Sakitnya tuch di sini....... Saya berlalu dari kelas tersebut dan langsung pulang ke rumah dengan hati yang lumayan teriris karena tidak diberikan raport.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tiba saatnya hari kenaikan kelas, dimana teman-teman saya naik ke kelas 2 (dua), sedangkan saya harus ikhlas tetap duduk di kelas 1 (satu). Dengan kejadian ini, ada hikmah yang saya dapatkan. Tetap di kelas 1, artinya saya mendapat teman-teman yang baru lagi, walaupun teman-teman lama saya meninggalkan saya untuk menuju tingkat selanjutnya. Dan di sini untuk pertama kalinya saya menjadi murid yang dianggap. :-D
Saya tidak tahu apakah keadaan saya akan tetap sama seperti sekarang ini jika dulu saya naik kelas, atau mungkin akan berbeda. Saya sangat bersyukur sekali dengan kondisi saya sekarang ini, saya bisa menjadi bagian dari SM-3T yang bukan saja memberi materi kepada siswa, tetapi bisa bertualang ke penjuru pelosok negeri.

Note : Maaf jika ada kata-kata yang agak lebay dan mengganggu, maklum masih amatiran

No comments:
Write comments