Thursday, September 29, 2016

8 FILM INDONESIA YANG MENGANGKAT TEMA PENDIDIKAN DAERAH TERTINGGAL

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pendidikan adalah unsur yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Bagusnya kualitas pendidikan, maju pula suatu bangsa. Terpuruknya kualitas pendidikan, terpuruk pula suatu bangsa. Ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dan desa sangat jelas terjadi di Indonesia. Para sineas Indonesia-pun berlomba-lomba membuat film tentang kondisi pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) yang memprihatinkan. Tujuan dibuatnya film-film seperti ini adalah supaya pemerintah tidak tutup mata sehingga diharapkan keadaan semacam ini dapat diatasi dengan pemerataan pembangunan pendidikan sampai ke polosok nusantara. Inilah 8 film Indonesia yang mengangkat tema pendidikan daerah tertinggal yang penuh inspirasi.

1. Denias, Senandung Di Atas Awan (2006)
Foto : cinematerial.com

Denias (Albert Fakdawer) adalah seorang anak laki-laki yang tinggal di kaki pegunungan Jayawijaya. Denias sekolah di sebuah pondok di atas bukit yang diasuh oleh Pak Guru (Mathias Muchus) yang datang dari tanah Jawa. Film ini menggambarkan Denias lalu bertualang demi bersekolah. Sebelum meninggal, ibunya berpesan agar ia sekolah. 

Pak Guru juga meyakinkan agar Denias melanjutkan pendidikan karena ia yakin anak itu pintar dan bisa menjadi ahli matematika. Terakhir, Maleo (Ari Sihasale), tentara, juga meyakinkan bahwa Denias harus pergi melintasi gunung karena di sanalah ada sekolah yang bagus. 

Film lalu dilanjutkan dengan perjalanan Denias seorang diri selama sepuluh hari. Tas nokennya sempat hanyut di sungai dan ia juga sempat pingsan kecapaian. Ia masih harus berjuang agar bisa diterima di sekolah yang rupanya milik PT Freeport dan dikhususkan untuk anak kepala suku atau suku terdekat saja.

2. Tanah Surga.. Katanya (2012)
Foto : movie.co.id
Setelah meninggalnya istri tercinta, Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, dan dua cucunya: Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia merupakan persoalan tersendiri bagi mereka, karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.
Astuti, guru sekolah dasar di kota, datang tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak lama berselang datang pula dr. Anwar, dokter muda yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di kota.
Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal di wilayah Indonesia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati.
Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia.
Hasyim sakit. Dr Anwar berusaha memberikan perawatan dan obat yang lebih rutin. Namun, keterbatasan sarana dan obat, membuat kondisi Hasyim memburuk. Dr Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Dengan uang hasil kerja Salman, Hasyim dibawa pakai perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Astuti dan dr. Anwar. Di tengah perjalanan nyawa Hasyim tidak tertolong. Ia meninggal bersamaan dengan pekik dan sorak sorai Haris atas kemenangan kesebelasan Malaysia atas Indonesia.

3. Mimpi Anak Pulau (2016)
Foto : 4.bp.blogspot.com

Kisah nyata Gani Lasa, Deputi BP Batam. Ia anak pesisir Nongsa yang hidup miskin. Ibunya pedagang kue. Lulus SD ia harus mendayung sampan ke Tanjung Pinang dari jam 17.00 hingga pukul 06.00. untuk melanjutkan sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama). Ketika itulah pertama kali ia mengenakan sepatu. Kemudian ia merantau ke Yogyakarta untuk menjadi sarjana.
Sekembalinya ke kampung halamannya, ia mewujudkan mimpinya dengan menghidupkan nelayan, membangun  kotanya, dan menjadi seorang pemimpin.










4. Di Timur Matahari (2012)
Foto : isubagyo.blogspot.com
Mazmur, Thomas, Agnes, Yokim, dan Suryani masih menunggu cahaya yang akan menerangi mereka dari gelapnya kebodohan. Mazmur setiap hari selalu menunggu kedatangan guru pengganti di sebuah lapangan terbang tua, satu-satunya penghubung kampung mereka di daerah pegunungan tengah Papua dengan kehidupan luar. Sudah enam bulan tak ada guru yang mengajar.


Karena guru tidak pernah datang akhirnya ke lima anak ini mencari pelajaran di alam dan lingkungan sekitar. Lewat pendeta Samuel, ibu dokter Fatimah, om Ucok dan om Jolex mereka mendapatkan banyak pengetahuan. Sebuah kejadian mengubah semua itu. Ayah Mazmur, Blasius, terbunuh oleh Joseph, ayah Agnes, dan paman Yokim dan Suryani. Pertikaian antarkampung tak bisa dihindari. Kabar kematian Blasius sampai kepada Michael, adik Blasius yang sejak kecil diambil oleh Mama Jawa yang tinggal dan belajar di Jakarta, Michael terpukul mendengar itu.

Bersama Vina, istrinya, dia memutuskan kembali ke Papua dan mencoba menyelesaikan permasalahan ini. Adik bungsunya, Alex, menentang pemikiran Michael. Perang! Itu jalan satu-satunya bagi Alex untuk membalas kematian Blasius. Orang dewasa bisa saja bertikai, namun tidak bagi Mazmur, Thomas dan ketiga sahabatnya. Walau kampung mereka bermusuhan, mereka tetap berkawan dan berusah mendamaikan kedua kampung ini.


5. Laskar Pelangi (2008)
Foto : upload.wikimedia.org

Film diawali dengan kepulangan Ikal dewasa (Lukman Sardi) ke kampung halamannya. Ia kemudian mengenang kembali masa kecilnya: hari pertama pembukaan kelas baru di sekolah SD Muhammadyah menjadi sangat menegangkan bagi dua guru, Muslimah (Cut Mini) dan Pak Harfan (Ikranagara), serta 9 orang murid yang menunggu di sekolah yang terletak di desa Gantong, Belitong. Sebab, kalau tidak mencapai 10 murid yang mendaftar, sekolah akan ditutup. Harun (Jeffry Yanuar) menyelamatkan mereka.
Ke 10 murid ini yang kemudian diberi nama Laskar Pelangi oleh Bu Muslimah. Lima tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan ke 10 murid dengan keunikan dan keistimewaannya masing-masing, berjuang untuk terus bisa sekolah.
Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah, Ikal (Zulfanny), Lintang (Ferdian) dan Mahar (Verrys Yamarno) dengan bakat dan kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka. Di tengah upaya untuk mempertahankan sekolah, mereka ditinggalkan salah seorang guru karena mendapatkan tawaran yang lebih menarik. Yang paling mengenaskan adalah saat Pak Harfan, yang menjadi "roh" sekolah itu, meninggal.
Film juga berusaha memperlihatkan kondisi sosial daerah Belitong pada tahun 70an dengan antara lain mengontraskan "nasib" sekolah miskin dan sekolah "mewah" milik perusahaan pertambangan, bahkan secara tersurat mempermasalahkan hak pendidikan untuk orang miskin.
Film diakhiri dengan Ikal dewasa bertemu dengan Lintang dewasa (Ario Bayu), yang putus sekolah karena ayahnya meninggal. Ikal perlu menjelaskan keberhasilan impiannya, mendapat beasiswa sekolah ke Paris.


6. Sokola Rimba (2013)
Foto : 3.bp.blogspot.com
Indonesia Pasca Reformasi. Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) menemukan hidup yang diinginkannya: mengajarkan baca-tulis dan berhitung kepada anak-anak masyarakat Suku Anak Dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas.
Suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan. Seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (Nyungsang Bungo) nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, sekitar 7 jam perjalanan dari tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan ibu guru Butet mengajar membaca.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Keinginannya itu tidak mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombongan Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa malapetaka bagi mereka.
Kecerdasan dan keteguhan hati Bungo membuat Butet mencari segala cara agar bisa tetap mengajar Bungo. Sampai saat malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.

7. Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara (2016)
Foto : movie.co.id
Aisyah baru lulus sarjana. Ia tinggal di sebuah kampung dekat perkebunan teh yang sejuk dan religius di Ciwidey, Jawa Barat bersama ibu dan adik laki-lakinya. Ayahnya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Ia ingin menjadi guru. Suatu hari, Ia mendapatkan telpon dari yayasan tempat ia mendaftarkan diri: ia mendapatkan tempat mengajar di lokasi yang tidak pernah ia ketahui, Dusun Derok, Kabupaten Timor Tengah Utara.
Dari awal ia sudah merasa “asing”. Masyarakat salah menganggapnya sebagai Suster Maria, hanya karena sama-sama memakai kerudung. Masyarakat memang mengharapkan kedatangan Suster Maria sebagai guru di kampung tersebut. Kampung terpencil, tanpa listrik dan sinyal seluler. Musim kemarau yang panjang air susah didapat.
Lingkungan yang baru, tradisi yang serba asing dan ruang lingkup religius yang berbeda membuat Asyah gamang. Ada tokoh Pedro (Arie Kriting) yang membuat persoalan keseharian Aisyah sedikit teratasi. Ia harus menghadapi kebencian salah satu muridnya, Lordis Defam. Lewat kepala dusun, Aisyah mengerti bahwa kedatangannya sebagai guru muslim dianggap musuh oleh Lordis Defan yang beragama Katolik.

8. Batas (2011)
Foto : flickmagazine.net
Jaleshwari, dengan ambisi dan kepercayaan penuh, mengajukan diri untuk mengambil tanggung-jawab memperbaiki kinerja program corporate social responsibility (CSR) bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan.Dia menyanggupi masuk ke daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan dan menjanjikan dalam dua minggu ketidakjelasan itu dapat diatasi.
Ternyata perbatasan di pedalaman Kalimantan memiliki pola kehidupannya sendiri.Mereka memiliki titik-pandang berbeda dalam memaknai arti garis perbatasan.Mereka hidup dengan kesadaran wawasan budaya Dayak yang tidak terpisahkan oleh batas politik. Keadan ini membawa Jaleshwari ke dalam situasi pelik.Konflik batin terjadi ketika dia terperangkap pada masalah kemanusiaan yang jauh lebih menarik.
Jaleshwari berada dalam tapal batas pilihan.Karisma hutan dan pola hidup masyarakat menyadarkan dirinya bahwa upaya memperbaiki kehidupan masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan adat setempat. Jaleshwari sangat memahami Adeus, guru yang dipercaya menjalankan program pendidikan, menjadi apatis, karena sistem pendidikan yang diinginkan perusahaan di Jakarta, tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Mereka  lebih memilih jadi tenaga kerja yang dijanjikan jadi kaya oleh penjual jasa bernama Otik. Salah satu korbannya adalah Ubuh, TKI yang melarikan diri dari negeri tetangga.Oleh masyarakat Dayak di sana,Ubuh tak hanya beroleh perlindungan namun juga kehangatan dan keramahan.
Tragedi kemanusiaan ini mengubah pemikiran Jaleshwari. Panglima Adayak, kepala suku, menuntunnya memahami "Bahasa Hutan". Langkah Jaleshwari sangat membantu Arif, petugas negara yang dalam penyamaran dan ditugaskan di wilayah perbatasan.

Sumber : filmindonesia.or.id