Wednesday, March 29, 2017

TEACHER'S DIARY : SM-3T VERSI THAILAND


Gambar milik Ala Syuk

Teacher's Diary terinspirasi oleh kisah nyata tentang bagaimana dua orang asing (Ann & Song) mengatasi peluang paling mungkin dari menjadi guru sekolah apung bagi anak-anak nelayan dan menemukan cinta dalam halaman-halaman buku harian yang hilang. Ini drama romantis baru dari GTH (salah satu rumah produksi film Thailand) yang didasarkan pada peristiwa yang terungkap setelah seorang guru lupa akan buku hariannya yang tertinggal di sekolah, yang kemudian secara kebetulan ditemukan seorang guru laki-laki yang menggantikan dirinya ditahun ajaran berikutnya. Hingga akhirnya tulisan dalam kertas diari tersebut menjadi ikatan emosional yang begitu kuat dan nyata sehingga dua orang bernasib sama dan belum pernah bertemu sebelumnya tersebut mampu jatuh cinta.

Kisah nyata ini terjadi di sekolah apung bernama "Bann Ko Jatson School (Floating Class Branch)" di Li District, Lamphun Province di Utara Thailand. Namun, film ini tidak syuting di lokasi yang sebenarnya, syuting adegan dilakukan sekolah apung di Kang Ka Jan Natural Park di Phetchaburi Province. menonton film ini mengingatkan kita dengan film Laskar Pelangi adaptasi novel terlaris karangan Andrea Hirata, yang sama-sama mengambil latar belakang cerita tentang guru inspiratif yang bekerja dengan hati ditengah semua keterbatasan sarana prasarana dan kendala sosial masyarakat yang ada. Keadaan dengan tidak ada listrik, layanan telepon atau internet, salah satu guru ternyata menjaga buku harian bergambar, menuangkan pikiran dan rasa frustrasinya ke dalamnya. Tetapi hal yang menarik untuk dilihat dalam film ini adalah pentingnya "jiwa guru" dalam pendidikan, tentang kepedulian dan kasih sayang serta ketelatenan seorang guru untuk membuat siswanya berhasil.

Seperti dalam masyarakat Asia lainnya, guru Thailand yang disebut "Khru" (dari bahasa Sansekerta "guru") profesi yang kehormatannya bukan karena kemampuan profesional, tapi karena kepribadiannya ("Baramee", yang berarti karisma). Bahasa Thailand, menggunakan pasangan kata dimulai atau berakhir dengan istilah "hati", yang disebut "chai". Bandara kata-pasang hanya masuk akal dalam komposisi tertentu. Mereka sangat sering diterapkan dalam situasi pengajaran dan pembelajaran dan mengkarakterisasi hubungan antara guru dan siswa sangat baik. Sebagai contoh, seorang guru harus memiliki hati yang dingin (chai-yen) yang berarti ia tidak boleh mudah menyerah dan  berhati sabar (chai-ron). Hubungan antara guru dan siswa sangat ditentukan oleh harapan-harapan ini. Guru diklaim berwawasan luas (chai-kwang, memiliki hati yang terbuka) dan memiliki sopan santun dalam berbudaya dan perilaku sehari-hari (chai-soong, hati yang tinggi). 

Melalui film ini kita melihat bagaimana dua guru melewati saat krisis dan titik kejenuhan dari menjalankan profesi guru dengan anak-anak yang cukup terbelakang. Ketika ada krisis, Khru Ann, ia melompat tepat ke tengah danau, meskipun dia tidak bisa berenang. Melihat bahwa terkadang sosok guru tidak harus ideal, Khru Ann mewakili guru yang lebih baik - yang lebih cerdas dan lebih terampil. Sedangkan Khru Song harus bekerja keluar masalah aljabar secara pribadi sebelum mempresentasikannya di hadapan anak-anak. Tapi dedikasi Khru Song menghangatkan hati. Dia menghadapi krisis sendiri, dan membangun kembali semuanya, bahkan buku harian itu sendiri. Dia melacak siswa yang dulu sempat keluar sekolah dan membujuk anak itu untuk kembali ke sekolah. Tanpa Song, sekolah kemungkinan tidak akan bertahan.

Guru tetap harus menguasai materi yang diajarkannya tetapi yang lebih penting guru tidak boleh lupa bahwa dia mengajar manusia muda. Membangun generasi masa depan yang suatu ketika akan mengambil peran dalam masyarakat. 

Wai Khru : Cara Thailand Menghargai Guru

Di Thailand, dikenal sebuah budaya yang dinamakan dengan “Wai Khru” atau “Menghormati Guru”. “Wai” sendiri memiliki makna “memberi salam” / menghormati lawan bicara mereka. Biasanya, mereka melakukannya dengan mengatupkan dua telapak tangan mereka untuk memberi hormat kepada lawan bicara mereka. Acara ini biasanya dilaksanakan di awal tahun akademik. Biasanya Wai Khru dilaksanakan pada hari Kamis di bulan Juni. Budaya ini terus dilaksanakan dan dimasukkan dalam kultur pendidikan dasar sampai dengan menengah atas. Selain karena alasan religi, menghormati guru adalah hal yang lumrah dan sudah seharusnya karena guru adalah salah satu unsur yang memberi warna dan arah dalam kehidupan masyarakat Thai. Demikian mereka memberi alasan, mengapa profesi guru sangat mereka hormati.


Dalam kehidupan sehari-hari pun, masyarakat umum sangat menghormati guru, bahkan saat mereka berada di luar sekolah. Bahkan seorang teman, pernah disangka seorang “ajarn” / guru Thailand, gara-gara mengenakan kaus universitas saat pulang ke Indonesia dengan Air Asia Thailand. Akibatnya sang pramugari terlihat agak berlebihan memberikan salam / “wai”. Hanya gara-gara kaos saja.

Untuk diketahui bersama bahwa di Thailand tidak ada program sertifikasi guru sebagaimana di Indonesia, tidak ada spesialisasi guru SD, SMP dan atau SMA/SMK. Kalau memang diperlukan maka seorang dosen pun dapat ditugaskan untuk menjadi guru taman kanak dan siapapun harus siap dengan hal tersebut. Meski dosen tersebut sudah berpendidikan S-3 dan meraih Ph.D diluar negeri, tetap saja diberlakukan aturan yang sama tanpa perkecualian. Hal ini seperti dialami salah seorang dosen kami, Dr. Wanachan Singhchawla yang harus mengajar taman kanak-kanak selain tetap mengajar kami mata kuliah Intermediate Microeconomics di Suandusit University, Thailand. Padahal latarbelakang pendidikan beliau adalah Finance Curtin University of Technology,Australia MBA (Finance) University of Wisconsin at Whitewater, USA dan B.BA.(Finance)University of Wisconsin at Madison, USA. Hingga dapat disimpulkan bahwa profesi guru di Thailand merupakan totalitas diri individu untuk mengabdi, mendidik dan membelajarkan siswa dengan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang baik, tidak peduli dijenjang mana ia mengajar.

Penghormatan ini bukan hanya omong kosong karena cerita berlanjut ke pandangan masyarakat Thai akan keluarga seorang guru (dalam bahasa Thai : khru atau ajarn). Menurut kultur masyarakat Thai, entah resmi atau tidak resmi, seorang laki-laki yang berprofesi  sebagai guru sudah semestinya memiliki istri dengan profesi yang “sederajat” status sosialnya di masyarakat. Meski barangkali terlihat sangat naif, tapi di balik itu semua masyarakat Thailand sebenarnya ingin menyandangkan status “kepantasan” dan “penghormatan” kepada seorang guru. Bagaimana dengan masalah kesejahteraan persoalan yang sebenarnya sangat relatif dan subyektif. Dan sejauh informasi yang ada, belum pernah ada guru-guru di Thailand yang berbuat anarkis atau melakukan demonstrasi untuk menuntut kenaikan gaji. Profesi guru menurut dosen kami, Mr. Hoon memiliki banyak fasilitas dan keistimewaan di Thailand dibandingkan dengan profesi-profesi lain di negeri ini. Mulai dengan kemudahan memperoleh sejumlah kredit dari banyak sumber-sumber pendanaan, hingga sejumlah hal lain yang diperoleh seiring status sosial masyarakat sebagai guru.

Diakhir tulisan ini marilah kita merenungkan apa yang pernah disampaikan Raja Thailand King Bhumibol dalam pesan bijaknya bahwa guru adalah pilar moralitas suatu bangsa. ...."Teachers do the right thing. They are diligent, persistent, hospitable, idealistic strong and patient. They are disciplined and avoid illicit activities like smoking and drinking. They are also honest, sincere and kind to others. They take the middle way. They are unbiased. They are wise, reasonable and knowledgeable". (His Majesty King Bhumibol Adulyadej of Thailand, 1980:23)

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu membangun pendidikan terbaik bagi bangsanya bersama keteladan para pendidiknya. Seperti guru dan orang tua sebelum mereka, guru Thai dan guru-guru lain hari ini harus merawat anak-anak secara moral dengan cara apa saja yang diperlukan dan : pelajaran, les dan kebutuhan dasar sehingga anak-anak tumbuh menjadi orang yang baik. Guru ideal ini sebagai orangtua yang bertanggung jawab moral adalah merupakan bagian integral dari warisan budaya bangsa (baca:Thailand). 

Hubungan sosial yang positif, dan atribut pribadi yang memungkinkan mereka,  yang paling penting karakteristik guru Thai yang baik adalah mampu berlaku sebagai "orangtua moral". Semua pandangan ini menjadikan para guru Thai yang baik menyatakan dirinya bahwa saya akan hadir di sekolah dalam perilaku yang baik meliputi karakteristik seperti sopan dan rapi, tutur kata yang ramah, adil dan mendorong. Pesan Raja Bhumibol untuk para guru Thailand (dan para guru yang lain) adalah "...is that if one is emotionally attuned to students, and if one is a good person and role model, ones students will grow up to be good Thai people and citizens. This is what is most important". Ikatan emosional yang selaras kepada siswa, dan dengan pribadi dan teladan guru yang baik, seorang siswa akan tumbuh menjadi rakyat (Thailand) dan warga negara yang baik pula. Dan ini adalah apa yang paling penting dari kesemuanya.  

Nah, pada saat si guru pertama telah pulang ke tempat asalnya, maka digantikan oleh guru baru. Ini sangat persis ketika guru-guru SM-3T di berbagai daerah di Indonesia digantikan oleh angkatan berikutnya di daerah yang sama juga.


No comments:
Write comments