8 FILM INDONESIA YANG MENGANGKAT TEMA PENDIDIKAN DAERAH TERTINGGAL
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pendidikan adalah unsur yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Bagusnya kualitas pendidikan, maju pula suatu bangsa. Terpuruknya kualitas pendidikan, terpuruk pula suatu bangsa. Ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dan desa sangat jelas terjadi di Indonesia. Para sineas Indonesia-pun berlomba-lomba membuat film tentang kondisi pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) yang memprihatinkan. Tujuan dibuatnya film-film seperti ini adalah supaya pemerintah tidak tutup mata sehingga diharapkan keadaan semacam ini dapat diatasi dengan pemerataan pembangunan pendidikan sampai ke polosok nusantara. Inilah 8 film Indonesia yang mengangkat tema pendidikan daerah tertinggal yang penuh inspirasi.
Pendidikan adalah unsur yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Bagusnya kualitas pendidikan, maju pula suatu bangsa. Terpuruknya kualitas pendidikan, terpuruk pula suatu bangsa. Ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dan desa sangat jelas terjadi di Indonesia. Para sineas Indonesia-pun berlomba-lomba membuat film tentang kondisi pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) yang memprihatinkan. Tujuan dibuatnya film-film seperti ini adalah supaya pemerintah tidak tutup mata sehingga diharapkan keadaan semacam ini dapat diatasi dengan pemerataan pembangunan pendidikan sampai ke polosok nusantara. Inilah 8 film Indonesia yang mengangkat tema pendidikan daerah tertinggal yang penuh inspirasi.
1. Denias, Senandung Di Atas Awan (2006)
Foto : cinematerial.com |
Denias (Albert Fakdawer) adalah seorang anak
laki-laki yang tinggal di kaki pegunungan Jayawijaya. Denias sekolah di sebuah
pondok di atas bukit yang diasuh oleh Pak Guru (Mathias Muchus) yang datang
dari tanah Jawa. Film ini menggambarkan Denias lalu bertualang demi bersekolah.
Sebelum meninggal, ibunya berpesan agar ia sekolah.
Pak Guru juga meyakinkan
agar Denias melanjutkan pendidikan karena ia yakin anak itu pintar dan bisa
menjadi ahli matematika. Terakhir, Maleo (Ari Sihasale), tentara, juga meyakinkan
bahwa Denias harus pergi melintasi gunung karena di sanalah ada sekolah yang
bagus.
Film lalu dilanjutkan dengan perjalanan Denias seorang diri selama
sepuluh hari. Tas nokennya sempat hanyut di sungai dan ia juga sempat pingsan
kecapaian. Ia masih harus berjuang agar bisa diterima di sekolah yang rupanya
milik PT Freeport dan dikhususkan untuk anak kepala suku atau suku terdekat
saja.
2. Tanah Surga.. Katanya (2012)
Foto : movie.co.id
Setelah meninggalnya istri tercinta, Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, dan dua cucunya: Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia merupakan persoalan tersendiri bagi mereka, karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.
Astuti, guru sekolah dasar di kota, datang tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak lama berselang datang pula dr. Anwar, dokter muda yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di kota.
Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal di wilayah Indonesia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati.
Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia.
Hasyim sakit. Dr Anwar berusaha memberikan perawatan dan obat yang lebih rutin. Namun, keterbatasan sarana dan obat, membuat kondisi Hasyim memburuk. Dr Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Dengan uang hasil kerja Salman, Hasyim dibawa pakai perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Astuti dan dr. Anwar. Di tengah perjalanan nyawa Hasyim tidak tertolong. Ia meninggal bersamaan dengan pekik dan sorak sorai Haris atas kemenangan kesebelasan Malaysia atas Indonesia.
3. Mimpi Anak Pulau (2016)
Foto : 4.bp.blogspot.com
Kisah nyata Gani Lasa, Deputi
BP Batam. Ia anak pesisir Nongsa yang hidup miskin. Ibunya pedagang kue. Lulus
SD ia harus mendayung sampan ke Tanjung Pinang dari jam 17.00 hingga pukul
06.00. untuk melanjutkan sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama). Ketika itulah
pertama kali ia mengenakan sepatu. Kemudian ia merantau ke Yogyakarta untuk
menjadi sarjana.
Sekembalinya
ke kampung halamannya, ia mewujudkan mimpinya dengan menghidupkan nelayan,
membangun kotanya, dan menjadi seorang pemimpin.
4. Di Timur Matahari (2012)
Foto : isubagyo.blogspot.com
Mazmur, Thomas, Agnes, Yokim,
dan Suryani masih menunggu cahaya yang akan menerangi mereka dari gelapnya
kebodohan. Mazmur setiap hari selalu menunggu kedatangan guru pengganti di
sebuah lapangan terbang tua, satu-satunya penghubung kampung mereka di daerah
pegunungan tengah Papua dengan kehidupan luar. Sudah enam bulan tak ada guru
yang mengajar.
Karena guru tidak pernah datang akhirnya ke lima anak ini
mencari pelajaran di alam dan lingkungan sekitar. Lewat pendeta Samuel, ibu
dokter Fatimah, om Ucok dan om Jolex mereka mendapatkan banyak
pengetahuan. Sebuah kejadian mengubah semua itu. Ayah Mazmur, Blasius,
terbunuh oleh Joseph, ayah Agnes, dan paman Yokim dan Suryani. Pertikaian
antarkampung tak bisa dihindari. Kabar kematian Blasius sampai kepada Michael,
adik Blasius yang sejak kecil diambil oleh Mama Jawa yang tinggal dan belajar
di Jakarta, Michael terpukul mendengar itu.
Bersama
Vina, istrinya, dia memutuskan kembali ke Papua dan mencoba menyelesaikan
permasalahan ini. Adik bungsunya, Alex, menentang pemikiran Michael. Perang!
Itu jalan satu-satunya bagi Alex untuk membalas kematian Blasius. Orang
dewasa bisa saja bertikai, namun tidak bagi Mazmur, Thomas dan ketiga
sahabatnya. Walau kampung mereka bermusuhan, mereka tetap berkawan dan berusah
mendamaikan kedua kampung ini.
5. Laskar Pelangi (2008)
Foto : upload.wikimedia.org
Film diawali dengan kepulangan
Ikal dewasa (Lukman Sardi) ke kampung halamannya. Ia kemudian mengenang kembali
masa kecilnya: hari pertama pembukaan kelas baru di sekolah SD Muhammadyah
menjadi sangat menegangkan bagi dua guru, Muslimah (Cut Mini) dan Pak Harfan
(Ikranagara), serta 9 orang murid yang menunggu di sekolah yang terletak di
desa Gantong, Belitong. Sebab, kalau tidak mencapai 10 murid yang mendaftar,
sekolah akan ditutup. Harun (Jeffry Yanuar) menyelamatkan mereka.
Ke 10 murid ini yang kemudian diberi nama Laskar Pelangi oleh Bu
Muslimah. Lima tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan ke 10 murid dengan
keunikan dan keistimewaannya masing-masing, berjuang untuk terus bisa sekolah.
Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah,
Ikal (Zulfanny), Lintang (Ferdian) dan Mahar (Verrys Yamarno) dengan bakat dan
kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka. Di tengah upaya
untuk mempertahankan sekolah, mereka ditinggalkan salah seorang guru karena
mendapatkan tawaran yang lebih menarik. Yang paling mengenaskan adalah saat Pak
Harfan, yang menjadi "roh" sekolah itu, meninggal.
Film juga berusaha memperlihatkan kondisi sosial daerah Belitong
pada tahun 70an dengan antara lain mengontraskan "nasib" sekolah
miskin dan sekolah "mewah" milik perusahaan pertambangan, bahkan
secara tersurat mempermasalahkan hak pendidikan untuk orang miskin.
Film
diakhiri dengan Ikal dewasa bertemu dengan Lintang dewasa (Ario Bayu), yang
putus sekolah karena ayahnya meninggal. Ikal perlu menjelaskan keberhasilan
impiannya, mendapat beasiswa sekolah ke Paris.
6. Sokola Rimba (2013)
Foto : 3.bp.blogspot.com
Indonesia Pasca Reformasi.
Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah
Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) menemukan hidup yang diinginkannya:
mengajarkan baca-tulis dan berhitung kepada anak-anak masyarakat Suku Anak
Dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di
hutan bukit Duabelas.
Suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan.
Seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (Nyungsang
Bungo) nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, sekitar 7 jam
perjalanan dari tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan
ibu guru Butet mengajar membaca.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas
wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Keinginannya itu tidak
mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombongan
Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa malapetaka bagi
mereka.
Kecerdasan
dan keteguhan hati Bungo membuat Butet mencari segala cara agar bisa tetap
mengajar Bungo. Sampai saat malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo
betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.
7. Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara (2016)
Foto : movie.co.id
Aisyah baru lulus sarjana. Ia
tinggal di sebuah kampung dekat perkebunan teh yang sejuk dan religius di
Ciwidey, Jawa Barat bersama ibu dan adik laki-lakinya. Ayahnya sudah meninggal
beberapa tahun yang lalu. Ia ingin menjadi guru. Suatu hari, Ia mendapatkan
telpon dari yayasan tempat ia mendaftarkan diri: ia mendapatkan tempat mengajar
di lokasi yang tidak pernah ia ketahui, Dusun Derok, Kabupaten Timor Tengah
Utara.
Dari awal ia sudah merasa “asing”. Masyarakat salah
menganggapnya sebagai Suster Maria, hanya karena sama-sama memakai kerudung.
Masyarakat memang mengharapkan kedatangan Suster Maria sebagai guru di kampung
tersebut. Kampung terpencil, tanpa listrik dan sinyal seluler. Musim kemarau
yang panjang air susah didapat.
Lingkungan
yang baru, tradisi yang serba asing dan ruang lingkup religius yang berbeda
membuat Asyah gamang. Ada tokoh Pedro (Arie Kriting) yang membuat persoalan
keseharian Aisyah sedikit teratasi. Ia harus menghadapi kebencian salah satu
muridnya, Lordis Defam. Lewat kepala dusun, Aisyah mengerti bahwa kedatangannya
sebagai guru muslim dianggap musuh oleh Lordis Defan yang beragama Katolik.
8. Batas (2011)
Foto : flickmagazine.net
Jaleshwari, dengan ambisi dan
kepercayaan penuh, mengajukan diri untuk mengambil tanggung-jawab memperbaiki
kinerja program corporate social responsibility (CSR) bidang pendidikan yang
terputus tanpa kejelasan.Dia menyanggupi masuk ke daerah perbatasan di
pedalaman Kalimantan dan menjanjikan dalam dua minggu ketidakjelasan itu dapat
diatasi.
Ternyata perbatasan di pedalaman Kalimantan memiliki pola
kehidupannya sendiri.Mereka memiliki titik-pandang berbeda dalam memaknai arti
garis perbatasan.Mereka hidup dengan kesadaran wawasan budaya Dayak yang tidak
terpisahkan oleh batas politik. Keadan ini membawa Jaleshwari ke dalam situasi
pelik.Konflik batin terjadi ketika dia terperangkap pada masalah kemanusiaan
yang jauh lebih menarik.
Jaleshwari berada dalam tapal batas pilihan.Karisma hutan dan
pola hidup masyarakat menyadarkan dirinya bahwa upaya memperbaiki kehidupan
masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan adat setempat. Jaleshwari sangat
memahami Adeus, guru yang dipercaya menjalankan program pendidikan, menjadi
apatis, karena sistem pendidikan yang diinginkan perusahaan di Jakarta, tidak
sesuai dengan keinginan masyarakat. Mereka lebih memilih jadi tenaga
kerja yang dijanjikan jadi kaya oleh penjual jasa bernama Otik. Salah satu
korbannya adalah Ubuh, TKI yang melarikan diri dari negeri tetangga.Oleh
masyarakat Dayak di sana,Ubuh tak hanya beroleh perlindungan namun juga kehangatan
dan keramahan.
Tragedi
kemanusiaan ini mengubah pemikiran Jaleshwari. Panglima Adayak, kepala suku,
menuntunnya memahami "Bahasa Hutan". Langkah Jaleshwari sangat
membantu Arif, petugas negara yang dalam penyamaran dan ditugaskan di wilayah
perbatasan.
Sumber : filmindonesia.or.id
Setelah meninggalnya istri tercinta, Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, dan dua cucunya: Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia merupakan persoalan tersendiri bagi mereka, karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.
Astuti, guru sekolah dasar di kota, datang tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak lama berselang datang pula dr. Anwar, dokter muda yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di kota.
Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal di wilayah Indonesia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati.
Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia.
Hasyim sakit. Dr Anwar berusaha memberikan perawatan dan obat yang lebih rutin. Namun, keterbatasan sarana dan obat, membuat kondisi Hasyim memburuk. Dr Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Dengan uang hasil kerja Salman, Hasyim dibawa pakai perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Astuti dan dr. Anwar. Di tengah perjalanan nyawa Hasyim tidak tertolong. Ia meninggal bersamaan dengan pekik dan sorak sorai Haris atas kemenangan kesebelasan Malaysia atas Indonesia.
3. Mimpi Anak Pulau (2016)
Foto : 4.bp.blogspot.com |
Kisah nyata Gani Lasa, Deputi
BP Batam. Ia anak pesisir Nongsa yang hidup miskin. Ibunya pedagang kue. Lulus
SD ia harus mendayung sampan ke Tanjung Pinang dari jam 17.00 hingga pukul
06.00. untuk melanjutkan sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama). Ketika itulah
pertama kali ia mengenakan sepatu. Kemudian ia merantau ke Yogyakarta untuk
menjadi sarjana.
Sekembalinya
ke kampung halamannya, ia mewujudkan mimpinya dengan menghidupkan nelayan,
membangun kotanya, dan menjadi seorang pemimpin.4. Di Timur Matahari (2012)
Karena guru tidak pernah datang akhirnya ke lima anak ini
mencari pelajaran di alam dan lingkungan sekitar. Lewat pendeta Samuel, ibu
dokter Fatimah, om Ucok dan om Jolex mereka mendapatkan banyak
pengetahuan. Sebuah kejadian mengubah semua itu. Ayah Mazmur, Blasius,
terbunuh oleh Joseph, ayah Agnes, dan paman Yokim dan Suryani. Pertikaian
antarkampung tak bisa dihindari. Kabar kematian Blasius sampai kepada Michael,
adik Blasius yang sejak kecil diambil oleh Mama Jawa yang tinggal dan belajar
di Jakarta, Michael terpukul mendengar itu.
Bersama
Vina, istrinya, dia memutuskan kembali ke Papua dan mencoba menyelesaikan
permasalahan ini. Adik bungsunya, Alex, menentang pemikiran Michael. Perang!
Itu jalan satu-satunya bagi Alex untuk membalas kematian Blasius. Orang
dewasa bisa saja bertikai, namun tidak bagi Mazmur, Thomas dan ketiga
sahabatnya. Walau kampung mereka bermusuhan, mereka tetap berkawan dan berusah
mendamaikan kedua kampung ini.
5. Laskar Pelangi (2008)
Foto : upload.wikimedia.org |
Film diawali dengan kepulangan
Ikal dewasa (Lukman Sardi) ke kampung halamannya. Ia kemudian mengenang kembali
masa kecilnya: hari pertama pembukaan kelas baru di sekolah SD Muhammadyah
menjadi sangat menegangkan bagi dua guru, Muslimah (Cut Mini) dan Pak Harfan
(Ikranagara), serta 9 orang murid yang menunggu di sekolah yang terletak di
desa Gantong, Belitong. Sebab, kalau tidak mencapai 10 murid yang mendaftar,
sekolah akan ditutup. Harun (Jeffry Yanuar) menyelamatkan mereka.
Ke 10 murid ini yang kemudian diberi nama Laskar Pelangi oleh Bu
Muslimah. Lima tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan ke 10 murid dengan
keunikan dan keistimewaannya masing-masing, berjuang untuk terus bisa sekolah.
Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah,
Ikal (Zulfanny), Lintang (Ferdian) dan Mahar (Verrys Yamarno) dengan bakat dan
kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka. Di tengah upaya
untuk mempertahankan sekolah, mereka ditinggalkan salah seorang guru karena
mendapatkan tawaran yang lebih menarik. Yang paling mengenaskan adalah saat Pak
Harfan, yang menjadi "roh" sekolah itu, meninggal.
Film juga berusaha memperlihatkan kondisi sosial daerah Belitong
pada tahun 70an dengan antara lain mengontraskan "nasib" sekolah
miskin dan sekolah "mewah" milik perusahaan pertambangan, bahkan
secara tersurat mempermasalahkan hak pendidikan untuk orang miskin.
Film
diakhiri dengan Ikal dewasa bertemu dengan Lintang dewasa (Ario Bayu), yang
putus sekolah karena ayahnya meninggal. Ikal perlu menjelaskan keberhasilan
impiannya, mendapat beasiswa sekolah ke Paris.
6. Sokola Rimba (2013)
Foto : 3.bp.blogspot.com |
Indonesia Pasca Reformasi.
Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah
Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) menemukan hidup yang diinginkannya:
mengajarkan baca-tulis dan berhitung kepada anak-anak masyarakat Suku Anak
Dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di
hutan bukit Duabelas.
Suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan.
Seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (Nyungsang
Bungo) nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, sekitar 7 jam
perjalanan dari tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan
ibu guru Butet mengajar membaca.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas
wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Keinginannya itu tidak
mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombongan
Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa malapetaka bagi
mereka.
Kecerdasan
dan keteguhan hati Bungo membuat Butet mencari segala cara agar bisa tetap
mengajar Bungo. Sampai saat malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo
betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.
7. Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara (2016)
Foto : movie.co.id |
Aisyah baru lulus sarjana. Ia
tinggal di sebuah kampung dekat perkebunan teh yang sejuk dan religius di
Ciwidey, Jawa Barat bersama ibu dan adik laki-lakinya. Ayahnya sudah meninggal
beberapa tahun yang lalu. Ia ingin menjadi guru. Suatu hari, Ia mendapatkan
telpon dari yayasan tempat ia mendaftarkan diri: ia mendapatkan tempat mengajar
di lokasi yang tidak pernah ia ketahui, Dusun Derok, Kabupaten Timor Tengah
Utara.
Dari awal ia sudah merasa “asing”. Masyarakat salah
menganggapnya sebagai Suster Maria, hanya karena sama-sama memakai kerudung.
Masyarakat memang mengharapkan kedatangan Suster Maria sebagai guru di kampung
tersebut. Kampung terpencil, tanpa listrik dan sinyal seluler. Musim kemarau
yang panjang air susah didapat.
Lingkungan
yang baru, tradisi yang serba asing dan ruang lingkup religius yang berbeda
membuat Asyah gamang. Ada tokoh Pedro (Arie Kriting) yang membuat persoalan
keseharian Aisyah sedikit teratasi. Ia harus menghadapi kebencian salah satu
muridnya, Lordis Defam. Lewat kepala dusun, Aisyah mengerti bahwa kedatangannya
sebagai guru muslim dianggap musuh oleh Lordis Defan yang beragama Katolik.
8. Batas (2011)
Foto : flickmagazine.net |
Jaleshwari, dengan ambisi dan
kepercayaan penuh, mengajukan diri untuk mengambil tanggung-jawab memperbaiki
kinerja program corporate social responsibility (CSR) bidang pendidikan yang
terputus tanpa kejelasan.Dia menyanggupi masuk ke daerah perbatasan di
pedalaman Kalimantan dan menjanjikan dalam dua minggu ketidakjelasan itu dapat
diatasi.
Ternyata perbatasan di pedalaman Kalimantan memiliki pola
kehidupannya sendiri.Mereka memiliki titik-pandang berbeda dalam memaknai arti
garis perbatasan.Mereka hidup dengan kesadaran wawasan budaya Dayak yang tidak
terpisahkan oleh batas politik. Keadan ini membawa Jaleshwari ke dalam situasi
pelik.Konflik batin terjadi ketika dia terperangkap pada masalah kemanusiaan
yang jauh lebih menarik.
Jaleshwari berada dalam tapal batas pilihan.Karisma hutan dan
pola hidup masyarakat menyadarkan dirinya bahwa upaya memperbaiki kehidupan
masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan adat setempat. Jaleshwari sangat
memahami Adeus, guru yang dipercaya menjalankan program pendidikan, menjadi
apatis, karena sistem pendidikan yang diinginkan perusahaan di Jakarta, tidak
sesuai dengan keinginan masyarakat. Mereka lebih memilih jadi tenaga
kerja yang dijanjikan jadi kaya oleh penjual jasa bernama Otik. Salah satu
korbannya adalah Ubuh, TKI yang melarikan diri dari negeri tetangga.Oleh
masyarakat Dayak di sana,Ubuh tak hanya beroleh perlindungan namun juga kehangatan
dan keramahan.
Tragedi
kemanusiaan ini mengubah pemikiran Jaleshwari. Panglima Adayak, kepala suku,
menuntunnya memahami "Bahasa Hutan". Langkah Jaleshwari sangat
membantu Arif, petugas negara yang dalam penyamaran dan ditugaskan di wilayah
perbatasan.
Sumber : filmindonesia.or.id