Monday, October 3, 2016

INILAH 3 KISAH SOSOK PALING FENOMENAL YANG MENGINSPIRASI SELURUH GURU DI INDONESIA

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemampuan para pendidiknya untuk mengubah karakter generasi penerusnya ke depan. Tanpa figur pendidik, mungkin bangsa besar seperti Indonesia tidak akan dapat menikmati hasil jerih payah putra-putri nusantara yang sudah mendorong perkembangan tersebut. Guru adalah sebuah profesi yang mulia karena di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Guru juga dianggap sebagai pahlawan pembangunan, karena di tangan mereka akan lahir pahlawan-pahlawan pembangunan yang kelak mengisi ruang-ruang publik di negeri ini. Guru yang ideal, bukan sekedar guru yang memenuhi syarat-syarat teknik: seperti pintar, pandai, atau pakar di bidang ilmu yang dimiliki; melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai "agent of change".

Oleh sebab itu, tugas yang diemban oleh seorang guru tidak ringan, karena guru yang baik tidak hanya memberitahu, menjelaskan atau mendemonstrasikan, tapi juga dapat menginspirasi. Seorang guru harus mampu memandang perubahan jauh ke depan, dengan demikian guru dapat merencanakan apa yang terbaik untuk anak didiknya.

Menyangkut hal tersebut, di bawah ini merupakan kisah 3 sosok inspiratif yang sempat fenomenal di Indonesia atas prestasi mereka. Bahkan mungkin dapat menginspirasi para guru seluruh Indonesia dengan teladan mereka. Let's check it out!

1. Ibu Muslimah
http://copasbox.blogspot.co.id
Muslimah Hafsari lahir di Dusun Rasau, Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Belitung Timur, 27 Februari 1952, Muslimah Hafsari lahir dari pasangan KA Abdul Hamid dan Salma Syarif, menikah dengan seorang pegawai PN Timah bernama Hazali Ali. Bu Muslimah adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara, dan dari pernikahannya mempunyai 3 orang anak. Wanita lembut ini adalah pengajar pertama Laskar Pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka. Bu Muslimah merupakan salah satu tokoh yang diangkat dalam novel paling fenomenal di Indonesia "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata.

Lulus dari Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Muhammadiyah pada usia 16 tahun dan mengabdikan dirinya untuk mendidik murid-murid di SD Muhammadiyah Gantung, sekolah yang dirintis pendiriannya oleh kakeknya. Sejak diangkat menjadi PNS sekitar tahun 1986, Ibu Muslimah kemudian mengajar di SD Negeri 1 Desa Lintang Kecamatan Gantung hingga tahun 1989, lalu mengajar di SD Negeri 6 Kecamatan Gantung dari tahun 1989 hingga sekarang. Bu Muslimah adalah figur guru yang pada akhirnya menginspirasi Indonesia, walaupun pada saat awal mengajar dulu beliau menerima gaji hanya sebesar Rp 7000,- per bulan atau bahkan kadang-kadang tidak menerima sama sekali. Tahun 2008, Bu Muslimah masih mengajar di SDN 6 Gantung, Belitung.

Muslimah muda ketika itu masih berusia 17 tahun. Ia muncul di tengah guyuran hujan yang hebat dengan sebuah pelepah daun pisang di tangannya. Ia terus berjalan membelah deras nya tetesan air hujan. Tujuannya ke SD Muhammadyah, di sebuah kampung di Belitung. Ia dapati beberapa murid berkumpul di sudut ruanganan, menggigil dengan rasa khawatir gedung sekolah yang akan ambruk. Perempuan itu lantas menghampiri dan membuatnya merasa nyaman. ketika hujan mereda, pelajaran pun dimulai. Perempuan itu mengajari banyak hal, termasuk bagaimana memperjuangkan kebahagian. Kemiskinan dan segala keterbatasan fasilitas belajar bukanlah halangan untuk maju dan berprestasi. Rasa cinta yang begitu besar agar anak anak kampung menjadi pintar, berbuah berkah yang melimpah. Murid-muridnya yang saat itu masih SD, sekarang banyak yang berhasil meraih pendidikan sarjana dan master. Banyak juga yang meraih posisi diperusahaan yang hebat.

Berkah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Andrea Hirata yang mengisahkan perempuan itu dalam buku Laskar Pelangi, kini menjadi penulis handal. Menjadi guru, kata Bu Muslimah adalah panggilan jiwa. Menurut Bu Muslimah, guru yang berhasil adalah guru yang mampu menyampaikan pelajaran kehidupan pada siswanya. Dan guru yang mengajarkan kehidupan tidak harus pintar. kata dia, seorang guru juga harus bijaksana. Murid dengan karakter, pendiam, usil, pintar, lambat mengerti adalah tantangan bagi seorang guru. Guru yang bijak bisa memahami keinginan murid-muridnya. Muslimah tidak pernah menduga kisah hidupnya akan menginspirasi jutaan orang. Tak pernah pula ia menduga, figurnya akan diangkat ke layar lebar hingga mendapat apresiasi dari pemerintah. Bagi bu Mus tak ada hal yang dapat lebih membanggakan selain melihat murid-muridnya berhasil mengejar pelanginya.

Pengabdian Bu Muslimah telah menjadi inspirasi bagi kaum guru. Bahkan pemerintah terkesan dan mengganjarnya dengan penghargaan Satya Lencana Pembangunan dan Satya Lencana Pendidikan. Muslimah sebuah nama yang tercetak abadi di salah satu buku best seller di negeri ini "laskar Pelangi" karya Andrea Hirata. Tapi Muslimah tidak pernah meminta apapun. Bahkan ia lebih memilih meninggalkan pesan, “kalau kita sudah tinggi, tidak usah disanjung-sanjung, nanti jatuh ke buminya lebih tinggi lagi”.

2. Butet Manurung
citizen6.liputan6.com
Butet Saur Marlinang Manurung putri bangsa berdarah Batak kelahiran Jakarta, 21 Februari 1972. Perempuan luar biasa yang mendedikasikan diri sebagai guru bagi suku pedalaman Jambi. Dia seorang pahlawan pendidikan. Majalah Time menganugerahinya  "Heroes of Asia Award 2004".

Teman-temannya biasa memanggilnya Butet. Dia merasakan betul ketidakberdayaan Orang Rimba yang tak bisa baca tulis saat mereka seringkali dimanfaatkan "orang terang". Orang terang adalah sebutan yang diberikan Orang Rimba terhadap seseorang di luar komunitas mereka. Orang Terang sering menipu mereka. Tanah mereka kerap dirampas lewat selembar surat perjanjian. Para perampas itu sering mengatakan pada mereka jika selembar kertas itu adalah sebuah penghargaan dari kecamatan, kemudian mereka diberi uang yang jumlahnya sangat sedikit. Setelah itu mereka diminta untuk membubuhkan cap jempol di atas sehelai kertas. Karena buta huruf, mereka turuti saja apa kemauan orang terang, mereka tidak menyadari bahwa itu adalah penipuan.

Kini berkat jerih payah Butet yang telah mengabdikan dirinya untuk mengajar baca-tulis bagi suku Anak Dalam atau Kubu di Taman Nasional Bukit 12 (TNBD) dan Bukit 30, Jambi, sejak 1999 ini. Meski sempat mendapat penolakan dari masyarakat Rimba itu sendiri karena menganggap pendidikan merupakan budaya luar dan bukan budaya Orang Rimba. Namun Butet yang selalu optimis dan pantang menyerah ini berhasil meyakinkan masyarakat rimba bahwa pendidikan dapat melindungi mereka dari ketertindasan dunia luar. Para anak-anak Suku dalam pun sudah dapat lebih teliti. Ketika akan melakukan proses jual-beli, membaca akta perjanjian, dan dapat menghitung sehingga tidak lagi menjadi korban penipuan.

Sokola Rimba (sekolah rimba) yang dia bangun bukanlah sebuah sekolah formal yang lazimnya ada di masyarakat, yakni berbentuk sepetak bangunan tembok dan beratap genteng. Sokola itu hanya berbentuk dangau kecil tak berdinding yang bersifat nomaden. Jadi jika tak dibutuhkan lagi bisa segera ditinggalkan. Jika ditanya, dimana alamat Sokola Rimba itu, maka dengan mudah Butet menjawab, "Pada koordinat 01' 05' LS - 102' 30' BT." Karena sentra sekolah itu tak pasti desa maupun kecamatannya.

Dalam pola pengajaran, Butet menerapkan cara belajar yang berbeda, mengenalkan huruf per huruf berdasarkan bentuk dan cara mengejanya. Misalnya, A seperti atap, C seperti pegangan periuk, ucapkan M dengan mulut dikatupkan. Huruf pun dirangkai dalam 14 kelompok berpasangan. Berkat metode mengajarnya ini, tahun 2001 Butet dianugrahi "The Man and Biosphere Award" dari LIPI-UNESCO.

Begitupun saat murid-muridnya mulai menulis. Lulusan antropologi Universitas Padjadjaran membagikan buku tulis bergaris, pensil, dan pena. Bagi murid yang tidak kebagian alat-alat sekolah, mereka mengambil ranting dan menggarisi di atas tanah. Tak jarang, saat tiba waktunya menggambar, salah satu murid menangkap seekor kijang kecil. Binatang itu ditidurkan di atas kertas dan mulailah sang murid menggambar ruas-ruas tubuh kijang tersebut.

Untuk mengatasi kebutuhan jumlah pengajar, Butet membuat sistem melatih anak-anak yang sudah mahir untuk menjadi guru. Butet mengistilahkan tim kecilnya ini sebagai kader guru. Dengan 14 orang kader guru angkatan pertama Sokola Rimba inilah Butet terus merangsek ke jantung rimba. Dalam buku Sokola Rimba, Butet banyak membahas tentang suka dukanya dalam memberikan pendidikan pada orang rimba. Butet yang selalu optimis dan pantang menyerah ini berhasil meyakinkan masyarakat rimba bahwa pendidikan dapat melindungi mereka dari ketertindasan dunia luar. Para anak-anak Suku dalam pun sudah dapat lebih teliti. Ketika akan melakukan proses jual-beli, membaca akta perjanjian, dan dapat menghitung sehingga tidak lagi menjadi korban penipuan.

Dia masuk ke dalam jajaran wanita berpengaruh versi majalah Globe Asia edisi Oktober 2007, menempati peringkat 11 dari 99 perempuan paling berpengaruh di Indonesia dengan skor 94,7. Diatas Yenny Wahid yang memiliki skor 94,5. Sementara itu, peringkat pertama dipegang Megawati Soekarnoputri dengan skor 98,5.

3. Ibu Een Sukaesih
kerjaonline-aisah.blogspot.co.id
28 tahun. Selama waktu itu beliau terbaring dan tak ada upaya pun untuk bangkit dari tempat tidur. Hanya anak-anak didiknya lah yang membuatnya lebih jauh bergerak di dunia yang lebih luas. Raga boleh berada di tempat tapi jiwa dan perhatiannya pada pendidikan telah lama tertanam dalam benak anak didiknya.

Satu harapan yang selalu beliau pegang, adalah agar anak-anak mendapatkan hak pendidikannya. Yang seakan pasal-pasal dalam undang-undang itu hanya ada dalam pelajaran PKN saja tidak dengan dunia sebenarnya. Banyak dari murid-murid Wa Een yang berbakat dan berprestasi namun sayang karena biaya perguruan tinggi yang teramat mahal sehingga tidak lah mudah mencapai asa yang manis itu.

Ibu Een Sukaesih. Tak hidup hanya hari ini seperti halnya sejarah ia juga berada pada jamannya. Bergaul, bermain dan bersekolah hingga kuliah di IKIP Bandung yang sekarang adalah UPI. Ibu Een muda, mengambil jurusan Bimbingan Konseling. Sebagaimana kita yang masih muda jiwa beliau dulu mungkin sama bergejolaknya. Tanda-tanda mulai diperlihatkan Tuhan, Ia seperti merasa berat raganya. Entahlah, Tapi sungguh Tuhan telah memberi kemudahan sehingga ia lulus dan menamatkan pendidikannya. Lalu ia mengabdi di salah satu SMA.

Hingga kemudian …
Dokter memfonisnya hanya seminggu, kesempatan hidupnya. Lumpuh. Sudah selesaikan perjuangan dan cita-citanya?

Modal Bu Een dalam mengajar anak-anak adalah : Ilmu saya memang sedikit, jauh dari perkembangan ilmu zaman sekarang. Yang saya miliki adalah kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Sungguh setiap perkataanya mendulang intan. Mengarungi keberkahan Tuhan lagu gubahan presiden SBY adalah kesukaanya. Untuk mencari kasetnya sungguh tidaklah mudah. Untung saja sahabat-sahabatnya selalu memberinya ruang mudah.

Tak pernah berhenti belajar adalah rumus yang beliau ajarkan. Bagaimana mungkin seorang guru akan berhenti belajar sedangkan ia adalah lautan ilmu bagi anak-anak. Dan dalam kondisi yang demikian hanya kaset-kaset, radio dan buku anak-anak didiknya yang memberi pengetahuan sehingga bertambah. Ilmu semakin diajarkan maka akan semakin bertambah kepahaman. Dan itu adalah keyakinan yang harus dimiliki para pendidik.

Belajar Banyak dari bu Een
Man jada wa jadda” adalah nasihat darinya. Barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam segala hal maka akan bertemulah pada keberhasilannya.
Lima puluh usianya tak mengurangi rasa pedulinya pada pendidikan anak-anak di sekitar rumahnya. Lima puluh usianya tak mengurangi rasa kasing sayang dalam mengajari anak-anak ilmu pengetahuan.
Salah satu dosen yang ia segani datang ke atas panggung memberikan seutas kata kepada beliau. Kampus UPI yang dulu dikenal IKIP tempatnya menyelesaikan studi S1-nya. Dosen itu berbicara mengenai macam-macam guru. Dan yang paling bagus dari semua itu adalah adalah guru yang mengabdi sepanjang hayatnya. Manteng sampai usia kapanpun. Semoga almamateri ini akan selalu menciptakan guru-guru yang berkarakter dan mengabdi pada pendidikan.

Inilah 3 sosok inspiratif dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ini hanya secuil kisah yang yang dapat kita tiru keteladanannya, masih banyak sekali guru di sana yang mengabdikan diri demi bangsa kita tercinta ini.


Sumber :
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/66-guru-adalah-pembentuk-akal-dan-karakter-bangsa
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/3178-ibu-guru-di-hutan-belantara
http://copasbox.blogspot.co.id/2011/11/biografi-bu-muslimah-laskar-pelangi.html#.V-8xxYh94Yw
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/66-guru-adalah-pembentuk-akal-dan-karakter-bangsa
http://www.citizen6.liputan6.com

No comments:
Write comments